Hasan Pedjiono (Kanan) |
Senin (21/1) Pimpinan PT. Mutiara Halim, Hasan Poedjiono, bersama pengacaranya mendatangai Mapolres Lumajang. Kedatangan lelaki ini tidak lain untuk melaporkan Oknum Kapolsek Pronojiwo AKP. TS yang diduga terlibat dalam aksi massa kala itu.
Dalam bukti laporan Nomor : STPL/02/I/2013, di duga pada Kamis (17/1) AKP TS dengan menggunakan baju dinas mengendarai sendiri truk bermuatan pasir yang diikuti oleh lebih kurang 80 truk, melewati portal retribusi PT. Mutiara Halim tanpa membayar dan memprovokasi para sopir pengangkut pasir.
Kata Hasan, ia mengarah kepada kapolsek, pada saat sebelum kejadian atau satu kilo sebelum portal, terjadi kemacetan. Ternyata disana telah berkumpul para sopir, diperkirakan saat itu ada 80 truk. “Kemudian Kapolsek datang kesana, dan naik truk bagian depan dan disetir sendiri, dengan pakian dinas,”katanya.
Setelah itu, Kata Hasan, saat sampai di portal, petugas akan menarik retribusi. Karena ternyata sopirnya adalah kapolsek, maka petugas tidak berani menarik. Akhirnya, sebanyak 80 truk lolos tanpa membayar retribusi sepeserpun.
Ketika itu, Hasan kemudian menghubungi Kapolsek TS untuk mengklarifikasi, ternyata saat itu jawaban dari TS, jika nanti masih ada unjuk rasa yang kedua. “Saat saya tanya kenapa kok menyetir di depan, kapolsek malah marah-marah ke saya,” katanya.
Sejauh ini kata Hasan, kapolsek ia tuding memiliki kepentingan dibalik aksi itu, selain memiliki beberpa truk, ia mengakui jika kapolsek banyak mengkoordinir beberapa truk. “Kalau tidak ada tinfdakan kapolsek seperti ini, tidak mungkin ada kekacauan,” katanya lagi.
Ia juga memberi alasan, jika hari-hari sebelumnya penarikan retribusi sebesar Rp. 8 ribu, berjalan cukup lancar dan tidak terjadi masalah. Bahkan tidak ada protes dari siapapun, karena persoalan retribusi ini berdasarkan aturan yang ada.
Bahkan sudah ada pengumunan yang berisi ; Diberitahukan kepada seluruh sopir truk colt diesel pengangkut pasir yang melewati pos Pronojiwo, bahwa sesuai dengan perda No.05 tahun 1998 jo Perda No.34 tahun 2004, SK Bupati No. 188.45/831/427.12/2004, diwajibkan untuk membayar harga pasir sebesar Rp.5000,- per ton atau setara dengan Rp.30.000,-.Tetapi, khusus yang melewati pos pasir Pronojiwo, kami memberi keringanan dan mohon dengan hormat untuk membayar Rp.8000,- per truk.
Saat itu, pihaknya ditekan oleh para sopir agar menandatangani surat yang berisi jika penarikan retribusi sebasar Rp. 2 ribu. Namun, Hasan saat itu mengaku menolaknya. Bahkan saat itu ia mempersilahkan para sopir untuk jalan jika tidak mau membayar retribusi, ini agar tidak terjadi kemacetan arus lalu lintas. “Tapi mereka tidak mau hingga terjadi kemacetan dan huru hara,” katanya.
Mustofa, salah satu saksi dari petugas kemanan portal yang saat itu dilokasi kejadian mengatakan, ia melihat Kapolsek TS dengan pakaian dinas berada paling depan berhenti didepan portal. Saat itu, Ia melihat kapolsek memerintahkan para sopir-sopir truk untuk terus berjalan tanpa membayar retribusi.
Ketika ia bertanya kepada Kapolsek, saat itu kapolsek menjawab tidak tahu. Hingga akhirnya, beberapa jam kemudian terjadi aksi yang kedua kalinya. “Saat itu ada sekitar 300 truk pasir,” katanya.
Saat itu di dalam truk sudah ada massa. Menurut perhitungannya sedikitnya ada sekitar 5 orang tiap truknya. Menurutnya, massa berasal dari malang dan Lumajang, bukan hanya supir pasir tapi juga ada penambang pasir.
Menyikapi laporan dari PT Mutiara Halim ini, Kapolres Lumajang AKBP Susanto membenarkan laporan dari PT. MH. Saat ini, pihaknya terus melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terkait dugaan keterlibatan Kapolsek Pronojiwo.Ketika nanti ditemukan unsur yang mengarah pada keterlibatan, maka pihaknya akan mengambil keputusan. “Jika cukup bukti, kita proses dan kita sidangkan,” ujar Kapolres singkat.
Sumber : beritalumajangpost.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar